Wednesday, June 19, 2013

Katakan Kebenaran Kepada Dirimu Sendiri

Penyebab dan akibat anggapan yang salah?

Anggapan yang salah mempengaruhi sikap kita. Anggapan apapun menentukan bagaimana cara kita bersikap dan bertindak. Apa yang terjadi dalam hidup, kita cenderung mencari “kambing hitam” Apa yang saya katakan (anggap) kepada diri saya, lambat laun saya akan mempercayainya, karena sedemikian sering saya mengatakannya. Demikian juga dengan apa yang orang lain katakan tentang diri saya, kelak saya akan mempercayainya dan akan menjadikan sebuah kebenaran yang sesungguhnya. Walaupun jika di teliti hal itu tidaklah benar.
Hal ini disebabkan karena saya tidak mengenal diri saya sendiri, dan saya hanya akan mempercayainya dari apa kata orang, dan apa yang buruk yang saya pernah lakukan, dan mengatakan “itulah saya”. Tidak bisa diubah seenak perut, walaupun jika dicoba semua itu dapat diubah. Dan menjadi diri saya sendiri.
Gejolak perasaan saya sekarang memang ada pengaruh dari masa kecil saya, tapi apa yang terjadi sekarang saya tidak boleh menyalakan masa kecil saya, mengkambinghitamkan masa kecil, dan menerimanya sebagai takdir belaka. William Backus menyatakan bahwa tidaklah juga karena keadaan masa-masa sekarang. Jadi apa yang saya alami sekarang itu didominasi oleh pengaruh apa saja yang saya katakan terhadap diri saya sendiri baik melalui pikiran maupun sikap yang lama-lama saya akui sebagai kebenaran. Jadi sebenarnya saya percaya kepada diri saya sendiri, koq bisa?
Ia, karena apa yang saya katakan terhadap diri saya, sikap saya, perasaan saya, saya percaya bahwa itu benar. Jadi saya percaya kepada diri saya sendiri. Jika saya berkata yang buruk tentang diri saya, dan saya mempercayainya maka saya tidak akan pernah mau untuk mengembangkan diri. Walau kesempatan berlimpah, saya sudah mengikat diri saya, menaruhnya dalam “kotak”, membangun tembok yang semakin tinggi untuk melindungi diri saya dan menaungi kata-kata, perasaan saya yang sudah saya lontarkan tentang saya sendiri. William Backus mengatakan bahwa “anggapan-anggapan yang salah” itu adalah ungkapan yang tepat dan penting untuk menggambarkan hal-hal yang tidak masuk akal yang kita katakan kepada diri kita sendiri. Luar biasa banyak penderitaan yang kita alami sebab sudah lama mendapat serangan dari pemikiran yang negatif dan perasaan yang terluka”. Ya, serangan-serangan yang melawan diri saya sendiri dan yang memojokkan diri saya sendiri, yang negatif itu yang membuat diri saya sendiri juga menderita. Kata-kata saya, pikiran saya, perasaan saya sendiri melukai saya sendiri. Sungguh, anggapan yang salah terhadap diri menggores luka sedikit demi sedikit di hati. Ex. “saya tidak bisa terbuka”, “saya memang begini, tidak bisa bergaul”, ”saya tidak bisa menganalisa sesuatu”, “Saya minder dan pendiam”. Kalau sudah begini, mau gimana lagi???? Mank dari sononya begitu! Anggapan yang salah menuduh diri sendiri dengan hal yang tidak benar. Bahaya ne…. Anggapan apapun itu akan mendorong saya untuk bertindak, bersikap, bahkan lebih buruk dari apa yang sebenarnya. Bahkan orang akan melihat saya aneh, ketika saya menindaklanjuti apa yang hanya saya sendiri pikirkan dan rasakan melalui anggapan-anggapan tersebut. Saya menjadi korban anggapan yang salah. Karena saya memikirkan apa yang sesungguhnya tidak terjadi dan benar. Anggapan yang salah datangnya dari Iblis. Tubuh menerimanya mentah-mentah, bak makanan busuk membuat sakit perut, kata-kata yang meracuni pikiran membuat perasaan jadi sakit. Sikap seharusnya : berkata positif saja terhadap dirimu! Sikap : Ambillah waktu… pikirkan anggapan2 apa yang salah, telah meracuni pikiran dan perasaan. Tuliskan di sini. Anggapan yang salah berarti berusaha menyenangkan orang lain. Berusaha supaya orang lain tidak mencela sikapnya dan tingkahlakunya. Seharusnya tidak perlu berusaha untuk disetujui oleh orang disekitar. Tidak perlu orang lain untuk menentukan kebahagiaan/ketidakbahagiaan saya. Caranya : kenali anggapan2 yang salah – sadarilah bahwa itu semua adalah dusta iblis. Dengan cara demikian saya akan sanggup mengendalikan diri dan senang bisa melakukannya. Perasaan2 yang ditimbulkan oleh anggapan2 yang salah : Kepahitan, kekuatiran, dendam, kemarahan, terlalu curiga, terlalu mudah tersinggung, tekanan, depresi dll. Anggapan apapun yang kita katakan kepada diri kita, mempengaruhi persaan, sikap dan tindakan kita. Anggapan yang benar akan membuat kita bahagia dan sukacita. Untuk mengubah anggapan yang salah, salah satu cara adalah melalui pengarahan dari psikolog yang membantu kita untuk bangkit dan berubah. Caranya kita bisa mengikuti arahan psikolog tsb. Psikolog yang baik akan mengarahkan setiap orang kepada kebenaran. Jika kita menolak untuk diarahkan disitulah muncul anggapan yang salah bahwa “aku tidak bisa”, “hanya psikolog inilah yang bisa” dst. Kita harus segera menepis anggapan tersebut dan berubahlah. Bangkitlah dan percayalah. Kita pasti bisa, asalkan ada usaha! Sebab ketika kita mau melakukannya, kita akan menemukan kebahagiaan yang t’lah lama terhilang! Liku-liku masa lalu kita, tidak berarti kita gagal dan banyaknya problema kehidupan kita bukan berarti hidup kita gagal selamanya! Jika kita ingin bahagia, ubahlah semua anggapan yang salah dan melangkahlah ke depan… Kata-kata salah apa yang selalu saya katakan kepada diri saya sendiri? Anggapan mana yang membuat saya sedih dan bingung? Masih bingung mencarinya… membaca buku ini, semua anggapan saya yang salah sudah hilang , tak tahu entah kemana. Anggapan yang salah berarti menanamkan kebiasaan. Ex. - “Kog g’ ada yang perhatian sih ma saya?” Diganti “Saya diperhatikan ma Tuhan. Mereka semua ternyata memperhatikanku”. - “Saya tidak disukai banyak orang “ diganti “saya bersyukur Tuhan mengasihiku. Dan saya punya banyak teman persekutuan”. Ukuran siapa yang saya pakai dan siapa pembanding saya? Jika anggapan2 yang salah selalu dan terus menerus dalam diri saya, maka sama halnya saya menciptakan ketidaktenangan dalam hidup saya dan serasa sedang mencari-cari kebahagiaan dan tak pernah saya temukan. Dan akhirnya saya hanya akan menemukan setengah kebahagiaan. Mungkin di suatu tempat, di lain waktu saya bisa merasa sungguh bahagia dan tak ingin keluar, dan di sikon yang lain saya merasa terkungkung dan tidak tahan dengan keadaan yang ada. Ini adalah konflik yang terjadi dalam diri saya sendiri yang saya ciptakan dan bangun semakin tinggi yang akhirnya sulit untuk di bongkar. Jika kita konflik dengan diri kita sendiri maka pasti kita akan konflik dengan orang lain juga. Jika kita sulit dengan diri sendiri maka so pasti kita akan sulit juga dengan orang lain Marah ‘kan tidak harus berbuat dosa. Dengarkanlah orang marah. Perhatikanlah pembicaraannya dan apa yang membuatnya marah. Sekalipun ia berteriak padamu, tetaplah tenang. Sikap yang seharusnya jika melihat dan menghadapi orang marah : 1. Tidak merasa bingung setiap kali orang marah kepada saya. Tok kemarahan mereka tidak membawa malapetaka buat saya. Itu bukan masalah saya tapi masalah mereka yang marah. Jika akhirnya kemarahan itu ditujukan kepada saya karena memang kesalahan saya, maka lebih baik jika dia mengungkapkannya. 2. Tidak mengatur perilaku agar orang lain tidak marah kepada saya. Saya seringkali takut dimarahi sehingga membuat saya selalu berhati-hati ketika melakukan sesuatu. Motivasi saya mengerjakan dengan baik menjadi keliru. Betapapun mereka tok marah juga kepada saya. So.. tidak perlu di atur-atur kalee. Tetaplah menjadi diri sendiri. 3. Tidak meladeni orang yang meledak-ledak marahnya. Santai aja. 4. Jangan gentar kalau mereka mengancam. Katakanlah dengan bijaksana “tolonglah bicara secara baik-baik dengan saya”. 5. Tunjukkanlah keramahan dengan kasih. Katakanlah “saya mengerti keadaan saudara, ada yang bisa saya bantu?” 6. Mengakui kesalahan jika itu yang menyebabkan orang marah. 7. Akuilah hak mereka marah. Jangan terkejut Mereka yang marah hanya butuh waktu untuk membicarakan apa yang mereka rasakan baik kepada kita maupun kepada orang lain. Terkadang kemarahan mereka tidak ada hubungannya dengan kita. Mereka hanya sementara melampiaskan kemarahannya. Ketakutan maupun kecemasan tidak serta merta ada. Ketakutan ditimbulkan oleh pemikiran yang berlebihan/Lebay dari diri kita sendiri. Terlalu takut terjadi sesuatu pada diri sendiri maupun orang lain. Ketakutan merupakan kekwatiran yang berlebihan. Demikian juga dengan kecemasan, yang timbul hanya karena membesar-besarkan sesuatu masalah yang sebenarnya tidak perlu. Kecemasan ditimbulkan oleh pemikiran terhadap sesuatu hal yang belum terjadi. Kecemasan timbul karena pemikiran mengolah terlalu indah sebuah masalah atau kejadian yang biasanya berulang-ulang dan menimbulkan prejudice terhadap orang lain yang oleh karenanya masalah tersebut seolah-olah semakin bertambah rumit. Orang yang menderita kecemasan, lama-kelamaan menjadiakn sesuatu yang diolah oleh pemikirannya dari anggapan yang salah dan menciptakannya sebagai suatu kebenaran muthlak. Entah itu dari penilaian orang lain maupun karena perlakuannya sendiri. Kecemasan juga timbul karena apa yang diharapkan tidak seperti kenyataannya, bahkan harapan yang berulang-ulang kali dan terus hanya menjadi harapan belaka. Kecemasan muncul dengan tiba-tiba, tidak mengenal waktu dan ruang. Bahkan lebih parahnya bila ada di tengah orang banyak kesepian mencekam dan kecemasan semakin melebar. Kecemasan ada karena memaksa dan mengharuskan diri sendiri mencapai sesuatu. Memasang target kepada diri sendiri. Dan seolah itu merupakan utang yang mengejar kemana kita pergi. Contoh, mengharuskan diri disukai semua orang. Mengharap semua orang tersenyum ketika berpapasan dengan kita. Dan ketika hal itu tidak terjadi seperti yang diharapkan maka hidup seolah tidak ada artinya. Tuhan di nomor sekiankan. Rasa takutpun demikian. Sesungguhnya tanpa ada bahaya yang sungguh-sungguh mengancam. Ketakutan dan kecemasan hanya hasil dari pemikiran kita yang berlebihan. Orang yang kecanduan rokok, narkotika, seks dan lain-lain beranggapan bahwa untuk berhenti “berlangganan” terlalu sulit baginya. Dan mengatakan bahwa sudah sekian lama seperti ini keadaannya dan tidak mungkin berubah atau berhenti. Seperti sikap-sikap lainnya di atas, sikap penguasaan diri inipun, orang seringkali menganggap bahwa hal yang sudah biasa terjadi atau dilakukan, tidak mungkin dapat berubah. Dengan tidak langsung berkata, bahwa hanya orang lain yang terlalu gampang mengatakan bahwa bisa berubah. Padahal mereka sendiri tidak sanggup untuk berubah. Hal inipun keliru. Anggapan yang salah akan terus ada ketika kita tidak berani mengatakan “saya pasti bisa”. Yang sering dipastikan adalah hal yang negatif melulu sedangkan hal-hal yang positif terasa sangat sulit untuk menggapainya. Kuasa yang Tuhan berikan kepada manusia itu tidak berada di lapangan bebas. Tidak berada di awang-awang. Tidak menguasai pohon-pohon. Tapi ada di dalam diri manusia. Menguasai manusia itu sendiri. Jadi manusia dapat menguasai dirinya termasuk apa yang hendak dilakukannya. Ketika manusia berpikir hal yang negatif itu terjadi pada dirinya, maka dengan tidak sengaja ia menepis kuasa dalam dirinya. Dan ketika ia berkata “SAYA BISA”, ia percaya bahwa kuasa dalam dirinya jauh lebih besar dari masalah yang ia tengah hadapi. So… untuk melakukan hal yang positif hanya cukup dengan mengatakan bahwa SAYA BISA. Kuasailah diri, sebab tidak ada yang mustahil. Bersama Yesus. Ibarat semua penyakit ada obatnya, demikianlah bahwa semua masalah dapat diatasi jika bersama Tuhan. Amin. Masalah yang kita hadapi adalah masalah kecil. Tidak ada artinya. Jangan pernah berpikir untuk menghindar dari masalah. Hadapilah apa yang kita takutkan atau cemaskan. Ketakutan atau kecemasan hanyalah sebuah malam menanti terbitnya fajar, mungkin kita berpikir bahwa malam terlalu lama berganti pagi tapi, yakinlah fajar akan menyingsing sesegera mungkin… so… jangan takut melewati malam sebab fajar menantimu.. Penguasaan diri juga bicara antara keinginan atau kebutuhan. Kita harus bisa membedakan apakah keinginan dan apakah kebutuhan kita. Manusia tidak butuh gaun mewah setiap kali ada pesta tapi dia menginginkan. Demikian juga tumbuhan tidak menginginkan air setiap saat tapi membutuhkan. Jangan lupa juga mengupah diri sendiri atau memberi kado kepada diri sendiri terhadap keberhasilan yang sudah diraih. Kado bisa berupa pujian, hebat, bagus sekali, kau berhasil dll. Sehingga akhirnya sukacitamu menjadi penuh. Apa yang kita pikirkan tentang diri kita sendiri yang buruk, dan pandangan orang lain terhadap diri kita belum tentu benar. Hanya kita sendirilah yang menentukan keadaan di sekitar kita. Hanya kita sendirilah yang memegang kendali terhadap situasi yang terjadi disekitar kita. Hanya kita sendirilah yang menentukan apakah kita marah ketika orang lain seolah-olah “membuat” kita marah. Ketika kita menyadari apa yang kita alami karena kita sendirilah yang berpikir dan merasakannya dan melakukannya maka kita tidak akan mengeluhkan orang lain karena apa yang kita alami terlalu menyakitkan buat kita. Sesungguhnya kita sendiri yang menentukan apakah kita ceria, gembira, tersenyum, tertawa dan menangis saat orang lain seolah-olah membuat kita merasakan hal itu. Ketika orang lain berbicara, bersikap, bertindak tidak sesuai dengan hati/harapan kita, sesungguhnya hanya satu yang bisa kita lakukan : menghindari pembicaraan tersebut, sebab tetap duduk atau pergi itu adalah pilihan kita. Sama halnya tersenyum atau tertawa atau merasa sakit saat kalimat yang mereka ucapkan terlalu menyakitkan bagi kita adalah pilihan kita juga, bukan mereka yang memilihkan bagi kita. Sikap kita, pilihan dan kepercayaan membentuk pribadi kita. Berubah berarti siap menerima reziko apapun yang terjadi. Harapan-harapan yang mungkin tidak sesuai dengan kenyataan. Reziko bahwa ternyata banyak orang yang tidak menyukai kita, reziko bahwa apa yang kita takutkan memang benar. Terkadang kita takut melangkah, takut terhadap akibat yang akan terjadi atas tindakan kita, sebenarnya bukan masalah itu yang membuat kita takut tapi hanya karena kita mau aman. Takut menanggung reziko. Jika kita tahu, bahwa di sebuah pesta yang meriah, harapan akan bertemu dengan seorang pangeran yang sudah berjanji akan datang, tapi ternyata bahwa tidak seorangpun yang kita kenal, dan semua orang cuek dengan kita bahkan pangeranpun tidak menampakkan batang hidungnya. Siapkah menanggung reziko, padahal sudah beli gaun mewah demi dia? Siapkah kita menerima reziko bahwa orang lain mengatakan pada kita “saya tidak suka denganmu”. Sanggupkah kita menerima kenyataan ini? Pergaulan kehidupan bukanlah suatu keharusan timbal balik, yang artinya terikat pada suatu hukum tertentu, mewajibkan setiap orang untuk membalas atau melakukan juga apa yang sudah dia terima dari orang lain. Jangan mau diperbudak oleh kewajiban yang mengharuskan orang lain atau diri sendiri melakukannya. Sebab jika tidak demikian, itu yang akan menimbulkan stress dan depresi jika akhirnya kita ataupun orang lain tidak dapat melakukannya. Membalas jasa. Hal ini tidaklah merupakan keharusan, tapi jika kita mau melakukannya, lakukan dan bukan dengan motivasi membalas jasa. Jangan menuntut diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang tidak seharusnya. Seperti membelikan kado buat teman yang akan menikah 2 hari lagi. Atau mentraktir sahabat karena diapun telah melakukannya. Terbukalah pada diri sendiri jangan memanipulasi. Kita berada dibawah anugerah bukan tuntutan kewajiban. Semua orang ingin dibutuhkan. Ingin di hargai. Jangan sampai terlalu sibuk dengan urusan dibutuhkan orang. Jangan sampai kerohanian kita hancur hanya karena sibuk (menyibukkan diri) dengan urusan dan memenuhi perasaan “saya dibutuhkan maka saya harus melakukannya”. Keharusan-keharusan yang diciptakan sendiri yang sesungguhnya (mungkin) tidak sesuai kebenarannya yang membuat kita CAPEK. Setelah mengetahu betapa banyak kekeliruan kita selama ini mengenai hidup, diri, relasi, maka apa yang harus dilakukan sekarang? Ketika tahu anggapan yang salah itu, kenali sungguh-sungguh, tepis itu dan gantilah dengan anggapan yang benar. Suatu anggapan akan memunculkan tindakan maupun pikiran setalahnya. Ex. Kebahagiaanku tergantung sejauhmana orang mengasihiku, dengan demikian perasaan setelahnya adalah berusaha sekuat tenaga supaya orang mengasihi kita dengan cara apapun akan kita lakukan. Puji-pujian yang tidak tulus akan kita lontarkan kepada orang-orang lain hanya karena ingin membuat mereka suka atau mengasihi kita. Menerima kebenaran bahwa mereka mungkin tidak atau belum mengasihi kita berarti dalam waktu itu kita mensyukuri karya Tuhan dalam hidup kita Nasihat-nasihat mungkin membuat kita merasa tertuduh sehingga hal-hal bagi kita itu menarik, karena orang lain mencoba mengarahkan kita bahwa kemungkinan kesalahannya adalah hal yang menarik itu akan kita singkirkan tapi ini yang akan membuat kita sedih ketika hal yang bagi kita itu berharga kita singkirkan dengan terpaksa. Terkadang usaha orang lain untuk menolong kita dari segala perasaan kesedihan, bingung dll, tidak sanggup menolong kita dan kebenaran terkadang tidak sanggup membebaskan kita. Tapi ketika kita menerima kebenaran yang sesungguhnya dan apa adanya tidak akan ada yang namanya stress atau depresi bahkan penderitaan karena kelakuan sendiri. Kita akan menemukan kebahagiaan yang lama terhilang diantara anggapan-anggapan keliru, sebab kebahagiaan tidak tergantung situasi dan kondisi tapi tergantung pada kebenaran. Anggapan-anggapan yang kita tanamkan sendiri yang lama-lama kita akan percayai sebagai kebenaran itu yang akan membuat kita sedih. Segitiga terapi untuk anggapan-anggapan yang salah : 1. Kenali anggapan yang salah 2. Tepis anggapan-anggapan itu 3. Ganti dengan anggapan yang benar Good Luck. God Bless… Mataram, 10 Juni 2009

No comments: